
Aku adalah api.
Aku menyala, membara, kadang terlalu panas.
Ambisiku besar, langkahku cepat, emosiku tak selalu stabil.
Aku ingin terbang, ingin tumbuh, ingin menyalakan dunia.
Tapi di antara kobaranku, ada satu sosok yang tak pernah panik, suamiku.
Ia datang bukan untuk memadamkanku, tapi menjadi damkar yang tahu kapan harus menyiram, dan kapan cukup diam sambil tersenyum.
Ketika Perempuan Menyala, Dunia Tak Selalu Siap
Banyak dari kita tumbuh menjadi perempuan yang penuh energi.
Kita punya ide, kita punya suara, kita punya tekad.
Tapi sering kali, dunia menyuruh kita meredup.
Dan tak jarang, yang paling pertama takut pada nyala kita justru orang terdekat.
Tapi tidak dengannya.
Suamiku tak pernah menyuruhku tenang hanya karena aku “terlalu”.
Ia tahu, aku memang ditakdirkan menyala.
Dan tugasnya bukan untuk mengurung apiku, tapi menjaga agar aku tak hangus sendiri.
Suamiku Tidak Takut Api, Karena Ia Tahu Cara Menanganinya
Saat aku terlalu semangat dan lupa makan, dia yang mengingatkan.
Saat aku terbakar amarah dan nyaris meledak, dia yang memeluk lebih dulu.
Saat aku mulai kehilangan arah, dia tak ikut panik, dia justru jadi kompas.
Dia tahu kapan harus datang membawa air,
dan kapan cukup menjadi tanah yang kutapaki agar tetap membumi.
Ia tidak pernah merasa kecil karena apiku besar.
Justru dia berdiri tenang di sampingku, mengarahkan kobaran ini agar menyala ke tempat yang benar.
Menjadi Api Butuh Ruang, Tapi Juga Butuh Penjaga
Aku tahu, apiku bisa berguna.
Ia bisa menerangi, bisa menghangatkan, bisa membakar jalan bagi banyak perempuan lain.
Tapi aku juga tahu, tanpa damkar yang bijak, apiku bisa merusak diriku sendiri.
Dan di titik inilah aku sadar:
Cinta bukan tentang menaklukkan, tapi tentang menenangkan.
Bukan tentang siapa yang lebih unggul,
tapi tentang siapa yang tahu cara saling menjaga kobaran masing-masing.
Terima Kasih, Untuk Kamu yang Tak Pernah Takut pada Apiku
Terima kasih,
karena tidak pernah menyuruhku diam.
Karena tidak iri saat aku bersinar.
Karena tetap di sampingku saat aku membara,
dan tetap mencintaiku bahkan ketika hangus tak bisa kuhindari.
Karena menjadi suami dari perempuan yang menyala,
bukan tugas yang mudah.
Tapi kamu menjalaninya dengan cinta, bukan ego.
Untuk setiap perempuan yang menyala,
dan setiap lelaki yang memilih menjadi damkar, bukan pemadam.
Kalian sedang membangun rumah
yang tak hanya hangat,
tapi juga aman untuk mimpi-mimpi besar perempuan di dalamnya.
Terimakasih suami ku….