7 Alasan Kenapa Kita Kadang Harus Pura-Pura Nggak Tahu

Dugaan kasus, temen aku menunjukkan geliat ada “affair” dengan atasannya yang beda divisi. Dia juga jadi rajin dandan, sering berdua dan kedekatan mereka udah ngegiring oponi orang-orang yang lihat.

Dalam kasus ini, meskipun beberapa kali aku menyaksikan “curi-curi” kesepatan, aku dipaksa tutup mulut karena nggak ada bukti bahwa mereka selingkuh. Ketimbang aku melihat terlalu jauh, jadi aku menghindar. Secara nurani aku kaget, kecewa dan nggak bisa berbuat apapun.

Tapi ya, disisi lain selagi mereka nggak mengganggu hari-hari ku, ya cukup Yang Maha Kuasa aja yang ngasih teguran. Toh udah sama-sama dewasa harusnya mereka sudah paham resiko, meskipun masih dugaan. 

Jadi, aku menghindar dan pura-pura tidak tau. Bahkan banyak pertanyaan pun melalui WA atau telfon, aku jawab aja nggak tau. Hal itu aku lakukan untuk bentuk kedewasaan berfikir ku, empati, dan strategi sosial yang cerdas.

Nah, alasan kuat aku  kenapa bersikap “seolah tidak tahu” bisa jadi langkah paling bijak.

1. Menjaga Harga Diri Orang Lain


Kita sering tahu ketika seseorang berbohong atau berbuat salah, tapi tak semua orang siap dikonfrontasi secara langsung. Menunjukkan bahwa kita tahu bisa saja membuat orang tersebut merasa malu, tersudut, bahkan kehilangan muka di depan orang lain. Dalam budaya timur seperti Indonesia, harga diri adalah sesuatu yang sangat dijaga. Dan ketika kita berpura-pura tidak tahu, itu bisa menjadi bentuk perlindungan terhadap kehormatan seseorang.


Sikap ini bukan berarti membiarkan kesalahan terus terjadi, tapi memilih waktu dan cara yang lebih bijak untuk menegurnya. Memberi ruang kepada orang lain untuk menyadari dan memperbaiki kesalahannya sendiri jauh lebih efektif daripada menegur secara frontal. Dalam banyak kasus, keheningan justru menjadi cermin yang paling tajam.

2. Menghindari Konflik yang Tidak Produktif


Kadang, berbicara terlalu jujur atau membongkar kebenaran secara langsung bisa memicu konflik yang panjang dan melelahkan. Terutama jika hal yang ingin diungkap sebenarnya tidak terlalu berdampak besar. Di sinilah berpura-pura tidak tahu menjadi langkah damai untuk menjaga hubungan tetap harmonis.


Bukan berarti kita pengecut, melainkan sadar bahwa tidak semua perbedaan pandangan harus dimenangkan. Jika suatu kebenaran tidak akan membawa perubahan yang berarti, kadang lebih bijak untuk melepaskannya dan melanjutkan hidup dengan tenang.

3. Memberi Kesempatan Orang Belajar dari Kesalahan


Seseorang kadang melakukan kesalahan karena ketidaktahuan, bukan karena niat jahat. Dengan pura-pura tidak tahu, kita memberikan kesempatan pada orang tersebut untuk menyadari kesalahannya sendiri. Ini bisa jauh lebih efektif daripada langsung mengoreksi, yang kadang malah membuat orang defensif.


Dalam relasi sosial dan profesional, membiarkan orang belajar dari prosesnya sendiri bisa menciptakan rasa tanggung jawab dan kesadaran yang lebih dalam. Kita menjadi fasilitator pembelajaran, bukan hakim yang selalu siap mengoreksi setiap langkah.

4. Membaca Situasi dengan Lebih Jernih


Ketika kita tahu sesuatu tapi memilih diam, kita punya ruang untuk mengamati reaksi dan dinamika yang terjadi. Kita bisa melihat siapa yang benar-benar jujur, siapa yang hanya bersandiwara, atau siapa yang sedang menguji kita. Sikap ini memungkinkan kita memahami karakter orang lain dengan lebih dalam.


Pura-pura tidak tahu adalah posisi observasi yang kuat. Kita tidak terlibat dalam drama, tapi tetap waspada dan mencatat. Dari situ, kita bisa menentukan sikap yang lebih tepat ke depannya, berdasarkan pemahaman, bukan asumsi.

5. Melindungi Diri di Lingkungan yang Tidak Aman


Kadang, mengungkap apa yang kita tahu bisa membawa konsekuensi serius, apalagi di lingkungan kerja yang toksik atau penuh intrik. Dalam kondisi seperti ini, diam dan pura-pura tidak tahu menjadi strategi bertahan hidup. Kita menjaga diri agar tidak menjadi sasaran atau kambing hitam.


Dengan tetap bersikap seolah tidak tahu, kita bisa menata strategi lebih aman: mencari dukungan, mengumpulkan bukti, atau mencari ruang baru yang lebih sehat. Kadang, bertahan hari ini adalah bagian dari kemenangan jangka panjang.

6. Menghindari Ego Terlalu Dominan

Tahu lebih dulu, mengoreksi orang lain, atau menunjukkan bahwa kita pintar memang bisa memuaskan ego. Tapi dalam banyak situasi, hal itu justru memperburuk hubungan sosial. Ketika kita berpura-pura tidak tahu, itu menjadi latihan untuk menahan ego dan memberi ruang pada orang lain.


Kita tidak selalu harus jadi yang paling tahu, paling benar, atau paling depan. Kadang, dengan mundur sedikit dan diam, kita memberi kesempatan orang lain tumbuh, merasa dihargai, dan belajar dengan caranya sendiri. Itu bukan kelemahan, tapi kekuatan yang tak terlihat.

7. Memilih Fokus pada Hal yang Lebih Penting


Energi kita terbatas. Kalau semua hal kita tanggapi, semua kesalahan kita luruskan, dan semua orang kita hadapi, kita bisa lelah sendiri. Pura-pura tidak tahu adalah cara memilih pertempuran yang layak. Kita hanya akan bergerak ketika hal itu penting dan berdampak.
Dengan begitu, kita bisa menyimpan energi untuk hal-hal yang benar-benar berarti. Hidup bukan tentang selalu menang argumen atau mengungkap kebenaran setiap saat, tapi tentang tahu kapan harus bertindak, dan kapan harus membiarkan sesuatu berlalu.

Penutup
Pura-pura tidak tahu bukanlah bentuk kelemahan. Ia adalah tanda bahwa seseorang telah cukup dewasa untuk memahami bahwa tidak semua kebenaran harus diumbar, dan tidak semua kesalahan harus ditanggapi saat itu juga. Dalam banyak kasus, diam bukan berarti kalah—melainkan menang dengan cara yang lebih elegan.

Kalau kamu sedang berada di situasi semacam itu, semoga tulisan ini memberimu perspektif baru: bahwa tahu tapi diam bisa jadi keputusan yang paling bijak.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *